Hujan dan Kenangan

Suara hujan yang menghantam aspal terdengar bising, seolah berkolaborasi dengan gemuruh mobil yang berderu di jalanan Jakarta. Setiap tetesan air yang jatuh dari langit malam menambah dingin suasana, seakan menambah berat beban di bahu Bima. Dia baru saja keluar dari gedung kantornya setelah lembur panjang, matanya berat dan pikirannya masih terjebak dalam setumpuk dokumen dan e-mail yang belum terselesaikan. Bima menatap sekeliling, mencari tempat untuk berteduh sementara dia menunggu hujan reda. Matanya tertuju pada sebuah warung kecil di pinggir jalan. Payung besar melindungi beberapa kursi plastik dan meja kayu dari hujan deras. Dia bergegas ke sana, berharap dapat menghindari basah kuyup. Di bawah payung yang nyaris bocor itu, mata bima terserap pada seorang anak laki-laki, sekitar usia sembilan atau sepuluh tahun, duduk dengan tubuh menggigil. Pakaian tipisnya sudah basah kuyup, tapi dia masih berusaha menjajakan minuman yang digendongnya. Wajahnya pucat dan bibirnya bergetar, ta...